PROGRAM SEKSI DI SMP 1 SURABAYA: WE SHALL RETURN....

20.59 0 Comments A+ a-

Tidak terasa, ngobrol-ngobrol bareng teman-teman SEKSI dari Spensa sudah mencapai sesi akhir. Ketika kami mengabarkan bahwa diskusi dua mingguan untuk semester ini mesti di-paused dulu, salah satu dari mereka menyatakan kekecewaannya dengan wajah lesu: "Lhoooo kenapa gak ada sesi 1 Juni? Kenapa?" rengek Sara.

Kami menjelaskan bahwa untuk sementara, mereka mesti fokus UAS (Ujian Akhir Sekolah) dulu, merefreshkan diri dengan liburan, kemudian belajar cara mendengarkan yang efektif untuk teman yang sedang curhat permasalahan mereka. Menyadari bahwa kami akan kembali, mereka ceria lagi.

Kelekatan antara mahasiswa SEKSI dengan adik-adiknya pun tak kalah mengharukannya, mereka merasa senang berkumpul dengan adik-adik SMP, kangen kalau lama tidak bisa datang dengan berjibunnya tugas-tugas kuliah atau aktivitas lain. "Duuh maaf teman-teman saya gak bisa ikut ke Spensa karena ada pelatihan di Sanggar [unit kegiatan kampus lainnya-red], padahal saya kangen banget sama adek-adek.... Bener lho, Bu... saya kangen mereka. Gak tahu juga kenapa." Demikan kata Rika Wulan Novitaingtyas, mahasiswa angkatan 2010.

Selain kelekatan emosional, ada yang mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan SEKSI bisa menambah kepercayaan diri mereka untuk menghandle forum, berbicara di depan umum, maupun organising aktivitas pelatihan.

Selama kurun waktu Desember 2012-Mei 2013, kegiatan SEKSI dilakukan dengan metode beragam: bermain, berdiskusi, bermain drama sampai nonton bareng. Topiknya pun macam-macam. Dari mulai mengenal diri sebagai tubuh seksual, gender di sekitar kita, membangun kelompok peduli, relasi yang sehat, cinta dan pacaran, keberagaman orientasi seksual, seks dan pornografi, hingga kekerasan dalam pacaran.

Siswa seksi yang pada awalnya berjumlah 20 orang, mengalami penyeleksian alamiah. Hingga akhir kegiatan diskusi, terdapat sepuluh anak yang benar-benar menunjukkan komitmen serius mereka terhadap kegiatan ini. Hal-hal yang ditengarai membuat kegiatan ini memiliki angka drop-out cukup besar adalah sebagai berikut:
  1. Jadwal yang dialokasikan pada Hari Sabtu yang notabene merupakan hari libur dan hari keluarga bagi mereka.
  2. Hari Sabtu juga berarti hari bangun siang, hingga banyak dari mereka yang bangun kesiangan dan kemudian memutuskan untuk tidak datang karena ada perasaan sungkan jika datang terlambat.
  3. Hari Sabtu bagi Spensa adalah hari ekstra kurikuler, sehingga mengharuskan beberapa teman yang aktif untuk kemudian memilih mana yang lebih diberati. Dan kenyataan bahwa kesadaran akan pentingnya pengetahuan seksualitas dan kesehatan reproduksi masih minim, membuat kegiatan ini tidak menjadi prioritas mereka.
Untuk itu alangkah baiknya apabila program-program seperti ini dan program-program pembentukan karakter lainnya, dimasukkan dalam kurikulum sekolah.Pembentukan karakter tak kalah pentingnya dibanding pembentukan intelektual bagi remaja.

Support dari orang tua dan pihak-pihak terkait sangat diperlukan, mengingat sebelumnya, ada beberapa alasan mengapa program ini agak sulit diterima oleh sekolah. Pertama, kegiatan sekolah yang sudah sangat padat sehingga seolah mengalami kesulitan untuk mengalokasikan waktu. Kedua, terbatasnya resource dari pihak sekolah untuk turut mendampingi siswa melakukan kegiatan. Ketiga, sulitnya berargumentasi dengan pihak diknas untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan baru terkait pelaporan di akhir kegiatan.

Untuk itu, kami mengucapkan terimakasih kepada pihak Spensa, atas kesediannya dan keberaniannya
menjadi sekolah rintisan yang peduli kesehatan seksual dan reproduksi siswa. Semoga sesi-sesi berikutnya berjalan lancar dan program ini bisa dilakukan secara berkesinambungan, untuk bisa sustainable dan dilakukan secara mandiri oleh sekolah nantinya.

VIVA KSGK, VIVA SPENSA.... SEKSI!


#mazdafiah