DISKURSUS ALTERNATIF TENTANG TRANSGENDER: STUDY KASUS CITRA TRANSGENDER DALAM TALK SHOW "HITAM PUTIH"

04.42 0 Comments A+ a-

    Peneliti: Aditya Nur Patria dan Sri Andiani

Deskripsi Penelitian       :
Penelitian ini merupakan analisis media dengan menggunakan metode analisis wacana yang diusung oleh James Paul Gee. Dalam sebuah teks, bahasa memiliki peran penting dalam mengkonstruksi citra yang hendak dimunculkan oleh pembuat teks. Selain bahasa, elemen multimodal seperti gambar, gestur, dan lagu juga berperan dalam mendukung citra yang dimunculkan.

Dalam talk show Hitam Putih, hasil analisis aspek naratif dan non naratif menunjukkan bahwa sisi “transgender” atau gender yang berada di antara laki-laki dan perempuan tidak menjadi penekanan dalam talk show ini. Talk show ini menekankan bahwa bintang tamu tersebut adalah seorang wanita, baik dari sisi penampilan maupun psikologi. Meskipun secara biologis masih laki-laki, bintang tamu dalam talk show ini direpresentasikan sebagai sosok wanita secara penampilan, psikologis, maupun sosial. Selain itu, citra transgender disini juga tampak positif dengan memiliki prestasi-prestasi yang cukup banyak. Di sisi lain, atribut-atribut ke-wanita-an yang didapat oleh bintang tamu tersebut merupakan dari lahir dan bukan merupakan rekayasa. Secara keseluruhan, citra-citra tersebut membentuk sebuah diskursus alternatif tentang transgender yang pada diskursus umum sering menampilkan transgender sebagai sosok yang negatif.

Namun demikian, pada saat yang sama, tampak melalui pertanyaan yang disampaikan oleh Deddy Corbuzer bahwa dia masih belum menganggap Dena sebagai wanita sepenuhnya. Meskipun menampilkan transgender sebagai sosok yang positif, acara ini juga masih memiliki bias terhadap heteronormativitas yang berakar kuat dalam masyarakat. Selain itu terdapat kesan double standard dalam penerimaan sosial terhadap kaum non-heteroseksual dimana mereka baru diterima apabila memiliki karya atau sebuah pencapaian. Selain itu, bias kelas juga muncul dalam acara ini dimana terkesan bahwa kaum non-heteroseksual yang berasal dari kelas menengah ke atas cenderung lebih mudah diterima daripada yang bukan dari kelas menengah ke atas.

Review Penelitian          

Analisis discourse pilihan yang pas. Pilihan talk show dan prime time menjadi menarik untuk memahami bagaimana citra waria dipaparkan. Dena ditampilkan bukan hanya melawan gender tradisional dengan kaca mata “biasa” – trapped in man’s body, feel and think as a woman, others treated badly, diejek, konflik dlm keluarga – dan “tidak biasa” – cerita prestasi dan sukses, diterima dgn baik oleh keluarga dan teman-teman. Perlu dipertajam masalah: hal-hal yang normatif masih cukup kuat ditampilkan terkait waria, seperti misalnya waria adalah “perempuan”  baik-baik dengan pendidikan tinggi, kesuksesan dan segudang prestasi. Selain itu, kewariaan seseorang tidak melulu bawaan dari lahir melainkan juga karena pengaruh lingkungan.