Pelecehan Seksual di Sekitar Kita
Penulis : Lidia
Daisyanti
Saat saya sedang bekerja kelompok bersama
teman saya, kami terbahak-bahak dengan pernyataan salah seorang teman laki-laki
kami kepada teman laki-laki yang lain, “We, kamu itu cowok tapi kadang kamu
kayak cewek”. We hanya tersenyum kecil seakan meng-iya-kan
pernyataan tersebut. Tetapi, sebenarnya ia merasakan sakit hati
dari pernyataan temannya
tersebut. Perkataan teman kepada W tersebut bisa digolongkan
sebagai bentuk pelecehan seksual.
Berbeda lagi
dengan seorang laki-laki yang terkenal feminin tetapi bertindak tidak sopan kepada teman
perempuannya (seperti meremas payudara saat di kelas, menyebar foto dengan
komentar seksual). Teman yang menjadi korban dan saksi yang melihat perbuatan
tersebut hanya tertawa menganggap hal tersebut hanyalah canda belaka. Toh, pelaku tidak tertarik
pada perempuan (orientasi seksual pada sesama jenis), jadi hanya dibiarkan saja.
Kedua contoh di atas merupakan pelecehan seksual di sekitar kita yang jarang
disorot. Defisini dari pelecehan seksual sendiri adalah segala tindakan yang
dianggap tidak sopan yang bermuatan seksual dan membuat seseorang merasa
tersinggung, memalukan sehingga mempengaruhi kondisi dan lingkungan seseorang.
Pelecehan seksual dapat dialami oleh laki-laki maupun perempuan.
Berdasarkan kategorinya,
pelecehan seksual dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
1. Pelecehan gender: Pernyataan dan perilaku seksis yang
menghina jenis kelamin tertentu
2. Perilaku
menggoda: Perilaku seksual yang menyinggung, tidak
pantas, dan tidak diinginkan.
3. Penyuapan
seksual: Permintaan aktivitas seksual dengan janji sebuah imbalan.
4. Pemaksaan
seksual: Pemaksaan aktivitas seksual dengan ancaman
hukuman.
5. Pelanggaran
seksual: Pelanggaran seksual berat (seperti
menyentuh, merasakan, atau meraih secara paksa) atau penyerangan seksual.
Berdasarkan data catatan tahunan
2017 Komisi Nasional Perempuan tercatat bahwa terdapat 259.150 kasus kekerasan
terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2016.
Bagaimana dengan pembaca? Apakah pernah menjadi korban kekerasan seksual?
Apabila salah satu dari pembaca pernah menjadi korban namun merasa malu untuk
melaporkannya ke polisi, pembaca dapat melaporkan lewat media sosial twitter
@arekfeminis.
Apabila pembaca
pernah menjadi korban pelecehan seksual, lakukanlah semua langkah yang
diperlukan untuk memulihkan kondisi kembali, karena sering kali pelecehan
seksual, tidak dianggap sebagai kejahatan bagi sang korban (tidak termasuk
korban atas dasar suka sama suka). Padahal, dampak dari pelecehan seksual
yang terjadi bisa mengakibatkan depresi,
kegelisahan, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Teori Psikososial menyatakan
bahwa pelecehan seksual mengganggu komponen kognitif seseorang, menyebar pada
evaluasi diri dan keyakinan negatif, termasuk perasaan inferior dan efikasi
diri rendah.
Apakah pembaca pernah menjadi
saksi yang tidak berbuat apa-apa untuk menolong korban pelecehan seksual? Penelitian mengenai Bystander
Effect yang dilakukan oleh Latané and Darney pada tahun 1960 menjelaskan
bahwa penyebab seseorang yang menjadi saksi dari pelecehan seksual memilih
untuk tidak menolong korban adalah adanya rasa khawatir untuk bertindak
secara tidak tepat. Selain
itu, adanya kecenderungan untuk menganggap pelecehan seksual sebagai
situasi yang tidak gawat.
Oleh karena itu, kita perlu berubah menjadi active bystander. Tidak ada ruginya kok, karena kita dapat menolong orang lain.
Terdapat lima langkah yang bisa kita
lakukan sebagai active bystander:
1. Direct, artinya saksi secara langsung
mengonfrontasi pelaku dan menyatakan bahwa yang dilakukannya adalah salah.
2. Distract yakni cara menginterupsi korban
maupun pelaku dalam upaya memisahkan keduanya kemudian berupaya memastikan
bahwa korban dalam kondisi aman.
3. Delegate dilakukan dengan cara melaporkan
pada pihak yang memiliki otoritas tinggi seperti petugas atau penegak hukum.
4. Delay adalah memastikan kondisi korban pelecehan
dan menawarkan bantuan.
5. Document, alias mendokumentasikan kejadian
terutama jika sudah ada pihak yang menolong korban.
Setelah membaca artikel ini, diharapkan pembaca semakin paham apa yang sebaiknya dilakukan saat menjadi korban atau saksi pelecehan
seksual. Jangan malah jadi pelaku pelecehan seksual ya. Semoga bermanfaat :)
REFERENSI
Aslam, Farzana. “Harvey Weinstein
and the bystander effect: How sexual predators persist in a conspiracy of
silence”. 24 Februari 2018. https://www.hongkongfp.com/2017/10/29/harvey-weinstein-bystander-effect-sexual-predators-persist-conspiracy-silence/
Rudystina,
Adinda. “Mengenali Berbagai Jenis Pelecehan Seksual: Bukan Hanya Pemerkosaan”
24 Februari 2018. https://hellosehat.com/hidup-sehat/seks-asmara/berbagai-jenis-pelecehan-seksual/
Wargadiredja , Arzia Tivany.
“Indonesia Butuh Lebih Banyak Saksi Pelecehan Seksual Yang Berani Bersikap”. 24
Februari 2018. https://www.vice.com/id_id/article/xw4zn3/indonesia-butuh-lebih-banyak-saksi-pelecehan-seksual-yang-berani-bersikap.