Cinderella Complex: Dia yang Berharap Pangeran Datang
Penulis:
Annisa Zaenab Nur Fitria
“Aku maunya nikah aja ah, gak mau musingin kuliah
kayak gini. Terus musingin kerja gitu?”
“Hmm, udahlah tenang aja, nanti juga bakal datang
lelaki yang bakal melamar kamu. Kamu gak usah musingin dirimu sendiri gitu.”
Apa kamu termasuk salah satu yang pernah menyatakan hal seperti di atas?
Atau teman-teman perempuan di sekitarmu sering mengemukakannya? Sekilas
terdengar layaknya candaan biasa. Namun, siapa sangka itu bisa menjadi salah
satu indikasi adanya Cinderella Complex dalam diri kalian?
Istilah Cinderella Complex muncul dalam tulisan College Dowling, dengan buku miliknya yang berjudul “Women’s Hidden
Fear of Independence” yang terbit pada Juni 1982. Dalam bukunya, ia menjelaskan bahwa Cinderella Complex sebagai
suatu keadaan perempuan yang ditekan rasa ketakutan, lalu berdampak pada
menurunnya kemampuan dalam berpikir serta kreativitas mereka. Perempuan yang
memiliki Cinderella Complex, mengibaratkan mereka adalah putri pada
suatu dongeng yang nantinya akan dilamar oleh lelaki tampan dan mapan. Namun, Cinderella
Complex ini menyebabkan perempuan merasa takut dan tidak percaya diri
dengan kemampuan sendiri. Perempuan dibentuk menjadi sosok yang tidak mandiri
dan bergantung pada lelaki yang dianggap sebagai pangerannya. Selain itu, ia menjadi
sosok tidak ingin dipusingkan untuk mengurus kehidupannya sendiri.
Perempuan diciptakan oleh masyarakat untuk menjadi
sosok yang nantinya berperan sebagai pendorong lelaki dalam hidupnya (kanca
wingking/teman di belakang) jika menikah. Sebagai contoh, bekerja di dapur,
membersihkan rumah, serta berdiam diri di rumah. Peran-peran ini seolah
memiliki nilai yang lebih baik daripada peran-peran yang mungkin dikerjakan
oleh perempuan di luar rumah, seperti misalnya aktif menjadi tokoh/pemimpin di
dunia politik kemasyarakatan, bekerja di kantor, menjadi direktur, dokter atau
pilot. Pengaruh budaya patriarki turut menjadi alasan yang mendorong hal ini.
Kasarannya, nasib perempuan itu bergantung pada laki-laki yang akan menjadi
pendampingnya nanti. Ia menjadi seks kedua setelah laki-laki dan menganggap
laki-laki sebagai superiornya.
Perempuan dibesarkan untuk menginginkan seorang
laki-laki dalam. Laki-laki tersebut akan menjadi pasangan yang dipercaya bisa melengkapi
kekurangan dan menguatkan dari rasa lemah yang dipelajarinya sebagai perempuan
dari lingkungan sosialnya. Perempuan dibesarkan untuk bisa memiliki sosok yang
melindungi, memperhatikan, dan memberi rasa aman serta nyaman pada dirinya. Akan
tetapi, keinginan dan harapan tersebut dapat berisiko karena sering kali di
dunia nyata laki-laki tidak sesuai dengan impian yang ditanamkan padanya. Pangeran
baik hati yang datang untuk menyelamatkan hidupnya tidak pernah ia temukan.
Menurut penulis, seorang perempuan bisa dan
boleh menjadi istri, ibu, dan berbagai macam profesi lainnya di luar rumah. Ketidakberdayaan
yang selama ini tertanam pada perempuan dapat membuat perempuan memiliki
ketergantungan yang besar pada laki-laki dan membuat diri mereka mempercayai
bahwa diri mereka tidak mampu berbuat sesuatu untuk dirinya sendiri. Perempuan perlu untuk menjadi mandiri karena
usia dan situasi ke depan tidak ada yang tahu, kita sebagai manusia pastilah
memiliki keinginan hidup bersama selalu dengan suami. Namun, tuntutan situasi
bisa datang kapan saja, mendadak. Maka dari itu, kita harus menyiapkan diri
kita untuk menghadapi segala kemungkinan yang ada.
Nah, tapi bagaimana jika sudah terlanjut
indikasi cinderella complex ada di
diri kita? Tenang, tidak ada kata terlambat untuk berubah. Hal pertama dan
paling penting adalah mengenali sejauh mana ketakutan menguasai hidup kita
sebagai perempuan. Tulis sebuah jurnal pengamatan diri, catat segala mimpi dan
khayalan serta realitas yang sedang dihadapi. Bergabung dengan komunitas yang
memberdayakan perempuan, atau rajin-rajinlah berkumpul dengan teman dekat untuk
saling sharing dan jujur membuka diri. Setelah kita dapat mengenali ketakutan
kita, dari situlah kita bisa dengan perlahan menantang diri sendiri, perlahan
namun pasti, mendidik ulang diri kita sendiri untuk menyadari potensi dalam
diri.
Dowling, C. (1982). The Cinderella Complex: Women's Hidden
Fear of Independence.
Zain, T. S. (2016). CINDERELLA COMPLEX DALAM PERSPEKTIF
PSIKOLOGI. Jurnal Indigenous, 92-98.