Tampilkan postingan dengan label Penelitian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penelitian. Tampilkan semua postingan

DISKURSUS ALTERNATIF TENTANG TRANSGENDER: STUDY KASUS CITRA TRANSGENDER DALAM TALK SHOW "HITAM PUTIH"

    Peneliti: Aditya Nur Patria dan Sri Andiani

Deskripsi Penelitian       :
Penelitian ini merupakan analisis media dengan menggunakan metode analisis wacana yang diusung oleh James Paul Gee. Dalam sebuah teks, bahasa memiliki peran penting dalam mengkonstruksi citra yang hendak dimunculkan oleh pembuat teks. Selain bahasa, elemen multimodal seperti gambar, gestur, dan lagu juga berperan dalam mendukung citra yang dimunculkan.

Dalam talk show Hitam Putih, hasil analisis aspek naratif dan non naratif menunjukkan bahwa sisi “transgender” atau gender yang berada di antara laki-laki dan perempuan tidak menjadi penekanan dalam talk show ini. Talk show ini menekankan bahwa bintang tamu tersebut adalah seorang wanita, baik dari sisi penampilan maupun psikologi. Meskipun secara biologis masih laki-laki, bintang tamu dalam talk show ini direpresentasikan sebagai sosok wanita secara penampilan, psikologis, maupun sosial. Selain itu, citra transgender disini juga tampak positif dengan memiliki prestasi-prestasi yang cukup banyak. Di sisi lain, atribut-atribut ke-wanita-an yang didapat oleh bintang tamu tersebut merupakan dari lahir dan bukan merupakan rekayasa. Secara keseluruhan, citra-citra tersebut membentuk sebuah diskursus alternatif tentang transgender yang pada diskursus umum sering menampilkan transgender sebagai sosok yang negatif.

Namun demikian, pada saat yang sama, tampak melalui pertanyaan yang disampaikan oleh Deddy Corbuzer bahwa dia masih belum menganggap Dena sebagai wanita sepenuhnya. Meskipun menampilkan transgender sebagai sosok yang positif, acara ini juga masih memiliki bias terhadap heteronormativitas yang berakar kuat dalam masyarakat. Selain itu terdapat kesan double standard dalam penerimaan sosial terhadap kaum non-heteroseksual dimana mereka baru diterima apabila memiliki karya atau sebuah pencapaian. Selain itu, bias kelas juga muncul dalam acara ini dimana terkesan bahwa kaum non-heteroseksual yang berasal dari kelas menengah ke atas cenderung lebih mudah diterima daripada yang bukan dari kelas menengah ke atas.

Review Penelitian          

Analisis discourse pilihan yang pas. Pilihan talk show dan prime time menjadi menarik untuk memahami bagaimana citra waria dipaparkan. Dena ditampilkan bukan hanya melawan gender tradisional dengan kaca mata “biasa” – trapped in man’s body, feel and think as a woman, others treated badly, diejek, konflik dlm keluarga – dan “tidak biasa” – cerita prestasi dan sukses, diterima dgn baik oleh keluarga dan teman-teman. Perlu dipertajam masalah: hal-hal yang normatif masih cukup kuat ditampilkan terkait waria, seperti misalnya waria adalah “perempuan”  baik-baik dengan pendidikan tinggi, kesuksesan dan segudang prestasi. Selain itu, kewariaan seseorang tidak melulu bawaan dari lahir melainkan juga karena pengaruh lingkungan.

MENJADI LESBIAN DAN RESPON ORANGTUA: KISAH ISK DAN IDK


Peneliti : Adelina Bintang Mahasika dan Atha Bimasika

Deskripsi Penelitian      
Penelitian ini berawal dari ketertarikan peneliti terhadap proses coming out pada lesbian. Alih-alih memotret coming out yang berujung konflik antara anak versus orangtua, penelitian ini melihat bahwa ada orangtua yang menerima keberadaan anaknya sebagai lesbian. Latar belakang penerimaan orangtua didasari pemikiran bahwa keberadaan anaknya sebagai lesbian adalah karena keslahan yang mereka lakukan. Perasaan bersalah ini melahirkan penerimaan yang berujung harapan bahwa anak-anak mereka akan kembali “normal” seperti anak-anak perempuan lainnya.

Keadaan ini rasanya perlu dijawab oleh peran konselor atau psikolog yang mampu meyakinkan mereka bahwa lesbian bukan produk kesalahan orangtuanya, mekainkan semata-mata adalah varian dari keberagaman orientasi seksual.

HOMOSEKSUALITAS DI MATA FUJOSHI DAN FUDANSHI SURABAYA


Peneliti                                                : Fidy Ramzielah Famiersyah dan Theresia Pratiwi ESS

Deskripsi Penelitian      
Penelitian ini lahir dari maraknya gelombang masuknya anime Jepang. Dalam anime terdapat genre cerita yang bertema homoseksual. Di Indonesia, genre ini juga memiliki penggemarnya sendiri. Apakah anime membantu penggemarnya untuk membentuk sikap toleransi bahkan penerimaan terhadap fenomena homoseksual di dunia nyata atau hanya penerimaan pada batas-batas tertentu?

Metode penelitian adalah FGD dan wawancara bersama. Pada FGD diputarkan scene cuplikan adegan romantis homoseksual dari mulai yang ringan berciuman, petting, hingga berhubungan seks. Analisis dilakukan dengan melihat jarak sosial pada individu dalam menyikapi sesuatu.
Hasilnya menunjukkan bahwa para Fujoshi dan Fudanshi tersebut agaknya belum bisa menerima secara penuh keberadaan homoseksual di dunia nyata. Homoseksual bisa lebih diterima apabila memiliki jarak sosial yang lebih jauh dengan mereka. Misalnya, akan lebih diterima apabila homoseksual tersebut tidak memiliki hubungan kekerabatan apapun dengan peneliti dan lebih ditolak apabila memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan mereka.

Review Penelitian
Konteks manga atau anime ditulis dengan baik, terkait  pasar dan teknologi serta sebaran budaya pop Jepang. Sosial kontek Indonesia juga digambarkan dengan apik, seksualitas masih tabu - alasan perlunya melihat manga dan anime . Fantasi para pembaca manga terkait dengan fantasi seksual dan identitas seksual – belajar ketubuhan yang terkait dengan identitas seksualnya Heteronormatifitas masih kuat dikalangan responden – mengapa? Perlu analisis yang mendalam tentang konsep othering : orang lain boleh menjadi homoseksual,  tapi tidak aku atau keluargaku atau mungkin orang2 yang dekat dengan aku 

PELANGI CANTIK TERTUTUP AWAN KELABU

      Judul Penelitian          : Pelangi Cantik Tertutup Awan Kelabu
Peneliti                        : Livia Nathania Setiawan dan Isa Tridjoyo
Deskripsi penelitian 
Penelitian ini berlatar belakang kepedulian terhadap kurang berkembangnya organisasi lesbian jika dibandingkan dengan organisasi Gay di Surabaya. Organisasi lesbian mengalami patah tumbuh hilang berganti, namun tidak sempat menjadi besar seperti halnya organisasi Gay, meskipun mereka memulai pergerakan secara bersama-sama.   Fokus kajian penelitian ini adalah melihat tantangan yang selama ini dialami organisasi lesbian untuk tumbuh besar dan kuat, serta strategy mereka dalam menghadapi tantangan tersebut.  Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan lesson learnt serta memberikan alternatif masukan bagi kelompok lesbian terkait bentuk dan strategi menghadapi tantangan dalam berorganisasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah oral history, dengan teknik pengambilan data melakukan wawancara kepada para aktivis lesbian baik yang masih aktif atau pun yang sudah mengundurkan diri dari pergerakan.

Hasil penelitian menunjukkan beberapa faktor penyebab konflik organisasi lesbian yaitu, konflik antar pasangan yang berpotensi berkembang menjadi konflik antar kelompok atau organisasi, gaya kepemimpinan autokrasi, ketergantungan pada funding, keuangan organisasi yang tidak transparan, kurangnya profesionalitas dan komitmen kerja anggota kelompok, tidak meratanya kesempatan pengembangan diri bagi anggota kelompok, gaya komunikasi antar anggota kelompok yang kurang sehat, dan stigma pada kelompok lain yang menyebabkan konflik antar kelompok.

Tawaran alternatif terkait hasil temuan ini bagi organisasi lesbian adalah, meminimalisir dampak konflik interpersonal dengan mengembalikan demi kepentingan yang lebih besar (organisasi), pemilihan ketua dilakukan bukan hanya di dalam anggota kepengurusan saja tetapi juga melibatkan suara dari anggota-anggota lesbian yang lain. Organisasi lesbian juga harus memikirkan sumber dana alternatif sehingga tidak terlalu tergantung pada donor. Pemerataan kesempatan pengembangan diri, transparansi keuangan, asertif dalam penyelesaian konflik, dan penuntasan setiap konflik yang munculada agar tidak terjadi akumulasi konflik.  

*Untuk mengetahui hasil penelitian selengkapnya, silakan hubungi kami di ksgk.ubaya@gmail.com, sebagai bentuk penghargaan kami terhadap HAKI persetujuan dari peneliti diperlukan.

KARENA WARIA INGIN DIMENGERTI

       Judul Penelitian          : Karena Waria Ingin Dimengerti: Makna Pernikahan bagi Waria
Peneliti                           : Aditya Vonan Mainzerino
Deskripsi Penelitian  :
Penelitian ini  berawal dari keingintahuan peneliti tentang makna pernikahan bagi waria setelah melihat relasi waria dengan pasangannya yang sudah memiliki istri. Adakah keinginan akan pernikahan? Bagaimana mereka mengatasi keinginan tersebut dalam konteks budaya Indonesia? Menggunakan metode study kasus dan mewawancarai 3 waria secara bersama-sama, peneliti melihat dinamika pemaknaan relasi selama wawancara tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa waria memiliki kesadaran bahwa keinginan akan pernikahan adalah tidak mungkin terwujud. Bentuk relasi dengan pasangan yang sekarang adalah hasil negosiasi antara keinginan dan kenyataan terkait budaya Indonesia yang masih tidak membolehkan keberadaan perkawinan waria di Indonesia. 

*Untuk mengetahui hasil penelitian selengkapnya, silakan hubungi kami di ksgk.ubaya@gmail.com, sebagai bentuk penghargaan kami terhadap HAKI persetujuan dari peneliti diperlukan.

YOUNG RESEARCHER COLLABORATIVE RESEARCH (YRCR) PROGRAM


Sepuluh peneliti muda YRCR telah bekerja keras untuk menyelesaikan penelitian mereka selama lebih kurang satu tahun. YRCR merupakan program penelitian kolaborasi antara peneliti yang berbasis akademis dan aktivis LGBTIQ tentang topik-topik terkait LGBTIQ dengan perspektif SOGIEB (Sexual Orientation, Gender, Identity, Expression and Behavior).

LATAR BELAKANG PROGRAM
Program ini lahir karena masih banyaknya penelitian mengenai LGBT yang dilakukan oleh kalangan ademisi memiliki bias heteronormativitas, seperti misalnya masih memiliki steretypes yang dilekatkan kepada LGBT seperti abnormal, pendosa dan menular. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut. Pertama, mahasiswa dan supervisornya biasanya masih menggunakan alat ukur dan standard heteroseksual, dan masih mengandalkan konsep akademis yang sudah out of date untuk menjelaskan issu-issu terkait LGBT. Analisis penelitian yang dilakukan pada akhirnya gagal menjelaskan konteks LGBT yang spesifik dan hanya mengkonfirmasi teori-teori mengenai kehidupan LGBTQ yang selama ini ada.  Kedua, kurangnya perspektif SOGIE pada mahasiswa tidak memerhitungkan konteks spesifik LGBT sebagai faktor penting yang membedakan analisis. Ketiga, mahasiswa yang  hampir tidak pernah terlibat atau berinteraksi secara langsung dengan LGBT, mengalami kesulitan memasuki kehidupan LGBT. Enggan dan cemas untuk memasuki kehidupan mereka. Alhasil, analisis penelitian dihasilkan dari pertemuan yang singkat dengan mereka. Untuk kemudian pergi dan tak kembali setelah penelitian usai dan mereka mendapatkan gelar akademis yang mereka inginkan. LGBT hampir-hampir tidak merasakan manfaat atau tindak lanjut dari penelitian tersebut. Keempat, LGBT memiliki kebutuhan untuk menyuarakan kepentingan mereka yang setidaknya bisa dianggap kredible oleh “dunia ilmiah.” Namun demikian, LGBT memiliki keraguan/sakit hati untuk bekerja bersama peneliti non-LGBT atau peneliti dengan background universitas, karena kecurigaan akan dieksploitasi dan hanya menjadi objek penelitian. 
TUJUAN PROGRAM
Untuk mengubah kebiasaan penelitian akademis  tersebut, dan menghapus keraguan kedua-belah pihakm KSGK melatih 5 peneliti muda aktivis/LGBT dan 5 peneliti muda non-LGBT/akademis yang berusia antara 18-25 yang akan melakukan penelitian kolaboratif mengenai issu-issu keberagaman. Kegiatan ini diharapkan mampu menciptakan peneliti muda yang bisa meruntuhkan stigma dan stereotipe yang menghalangi kedua belah pihak untuk bersatu dan bekerja sama. Dengan demikian, akan terbentuk suatu pemahaman yang  lebih baik bagi kehidupan manusia dan keberagamannya.
Kesepuluh peneliti ini telah melalui rangkaian kegiatan sebagai berikut:
  1. Pelatihan pengayaan perspektif SOGIEB
  2. Pelatihan perencanaan penelitian dan turun lapangan
  3. Penelitian kolaboratif terkait isu LGBTIQ
Dari Program ini dihasilkan 6 penelitian yang akan disajikan secara terpisah dalam tulisan berseri. Stay tuned! 

Berikut ini Dokumentasi kegiatannya. 

Perspetif SOGIEB bersama DR. Dede Oetomo
Fiel Visit. Taman Bungkul Surabaya
Field Visit. Taman Bungkul Surabaya
Sharing Progress Penelitian




Sharing Progress Penelitian


penulis: #mazdafiah

YOUNG RESEARCHERS COLLABORATIVE RESEARCH PROGRAM Program Riset Kolaboratif peneliti Muda Surabaya

Kelompok Studi Gender dan Kesehatan (KSGK), Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya bekerja sama dengan HIVOS menyelenggarakan Program Riset Kolaboratif untuk para Peneliti Muda terkait topik
LGBTIQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Interseks). Aktifitas Program ini meliputi:

1. Tahap Seleksi.
Syarat untuk mengikuti seleksi ini adalah:
• Mahasiswa dari berbagai macam disiplin ilmu sosial dan humanity, atau aktivis organisasi LGBTIQ berusia < 30 tahun,
• Tidak homophobic/transphobic.
• Berdomisili di Surabaya.
• Memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan penelitian
• Bersedia mengikuti proses penelitian mulai dari tahap persiapan hingga pelaporan
• Mengirimkan CV, form pendaftaran yang telah diisi, beserta kartu mahasiswa yang masih aktif, atau pernyataan keanggotaan organisasi terkait, paling lambat 30 Desember 2013 ke ksgk.ubaya@gmail.com. Formulir bisa diperoleh melalui Contact Persons yang tercantum di halaman ini.

2. Workshop SOGI (Sexual Orientation, Gender and Identity).
Sepuluh calon peneliti yang lolos Tahap Seleksi akan mengikuti Workshop SOGI selama 3 hari yang akan diselenggarakan pada bulan Januari 2014. Workshop ini bertujuan untuk mempertajam perspektif peneliti mengenai issu-issu LGBTIQ.

3. Workshop Metodologi dan penulisan proposal Penelitian
Workshop ini berlangsung selama 3 hari, merupakan workshop lanjutan untuk memberikan bekal metodologis dalam melakukan penelitian lapangan. Materi yang disampaikan meliputi Pendekatan Kuantitatif maupun Kualitatif, dengan metode studi deskritif, kajian narrative, etnografi, studi kasus, maupun analisis teks.

4. Penelitian Lapangan
Penelitian akan berupa 5 mini riset yang berdurasi 6 bulan, dilakukan secara bersama-sama (mahasiswa+aktivis), dengan funding maximum sebesar Rp.3.000.000 (tigajuta rupiah) per riset diberikan kepada peneliti untuk mendanai riset lapangan mereka.

Contact Person
Nur Apriyanti 031-729-230-28
Wulan Widaningrum 085-633-850-60

KELOMPOK STUDI GENDER DAN KESEHATAN (KSGK), FAKULTAS PSIKOLOGI, UNIVERSITAS SURABAYA, RUANG PC. 1.2 JL. RAYA KALIRUNGKUT SURABAYA, TELP. 031-298-1143 FAX. 031-298-1271.
WWW.KSGK-UBAYA.BLOGSPOT.COM FACEBOOK: KSGK UBAYA
EMAIL: ksgk.ubaya@gmail.com atau ksgk@ubaya.ac.id

HER STORY: LESBIAN MENULIS



Tulisan yang mengungkapkan kehidupan lesbian masih sangat jarang ditemui. Jika masih dlam bentuk fiksi dan seringkali ditulis oleh mereka yang memiliki orientasi seksual hetero yang membawa pesan yang merugikan kelompok lesbian, seperti misalnya: penekanan kembali bahwa menjadi lesbian adalah sesuatu yang secara sosial tidak bisa diterima dan secara agama dianggap sebagai dosa; kelesbianan seseorang bisa diubah, dibawa ke jalan yang benar dan disembuhkan.

Beberapa tulisan lain menggambarkan kehidupan lesbian sebagai sebuah gaya hidup yang berpotensi merusak tatanan norma yang ada, kemudian bereaksi dalam panic mode terhadap tumbuhnya gerakan lebian dalam bentuk tulisan-tulisan anti-lesbian di media.  Artikel-artikel tersebut cenderung menggunakan istilah-istilah yang dapat menimbulkan kebencian dan memicu diskriminasi serta kekerasan terhadap lesbian. 

Cerita-cerita tentang lesbian yang sedikit lebih populer (sebagai contoh, novel karya Herlinatien, Garis Tepi Seorang Lesbian) masih memfokuskan pada pengungkapan rasa bersalah pada karakter lesbian dan kemudian berakhir pada keputusan yang menunjukkan sikap menyerah pada ketentuan sosial yang ada, yaitu, mengubah orientasi seksual lesbian menjadi heteroseksual, sesuatu yang hampir tidak mungkin dilakukan lesbian tanpa adanya konflik psikologis yang hebat. Konflik terkait pro-kontra orientasi seksual lesbian pada individu dan masyarakat masih menjadi bahan sorotan, seolah hanya orientasi sekslah yang penting dalam kehidupan mereka

Sebaliknya, tulisan-tulisan tentang lesbian jarang mengangkat kehidupan lesbian dengan semua dimensinya, bahwa lesbian itu adalah juga berperan sebagai seorang anak, teman, murid sekolah, mahasiswa, professional, aktivis gereja, mesjid, seorang yang percaya pada keberadaan Tuhan dan ingin diterima apa adanya, apapun orientasi seksualnya.

Kecewa dengan adanya literatur dan berita-berita yang ada mengenai kehidupan lesbian, pada penelitian berbasis komunitas yang kami laksanan sebelumnya (“To Support Activism: Building Communication among Lesbian Community in Surabaya”)bekerjasama dengan Riek Stientra Foundation dan Kartini Network, kami mengadakan kelas menulis bersama komunitas lesbian di Surabaya. Kegiatan ini ditujukan untuk memperbanyak tulisan tentang kehidupan lesbian yang ditulis oleh mereka dengan perspektif mereka sendiri, dengan mengusung prinsip hak asasi manusia dan keberagaman.    
Jadilah kami berkumpul sekali dalam dua minggu, berdiskusi mengenai teknik menulis dan berlatih bersama. Selain itu, kami membangun kesadaran akan prinsip-prinsip hak asasi manusia, dan bagaimana melihat issu-issu aktual yang terjadi dengan perspektif tersebut. Belasan tulisan lahir dari kegiatan tersebut. Beberapa diantaranya kemudian turut dilombakan dalam “Lomba Menulis KSGK-Dipayoni” yang diadakan pada Nopember 2010 yang juga merupakan bagian dari penelitian tersebut.

Buku ini terbit atas kerjasama KSGK dan Dipayoni serta funding dari HIVOS Asia Tenggara, dengan Wulan dan Siti dari KSGK sebagai editornya. 

Dalam buku ini terdapat 13 cerita dan 1 puisi, yaitu:
         
     Namaku Daniel
  Kisah ini bercerita tentang Daniel yang sudah sampai pada titik jenuh memendam identitas kelesbianannya dari keluarga. Setelah tergabung dalam organisasi lesbian dan memiliki pasangan yang serius, akhirnya ia erani menanggung risiko untuk terbuka sebagai pasangan lesbian kepada keluarganya
    
    Bingkisan Hati
Cerita ini mengisahkan tentang seorang remaja dalam pencarian jatidirinya sebagai lesbian, kesadarannya tentang risiko terbukanya identitasnya sebagai lesbian. Meski dia merasakan bahwa tidak ada penolakan yang berarti dari lingkungan teman-teman di kampus terkait identitas seksualnya, namun ia masih bingung bagaimana harus terbuka pada kedua orang tuanya.

Sepasang sepatu mungil: Empat Buah Tanda Cinta
Bagaimana jika lesbian jatuh cinta? Cerita ini mengisahkan tentang lesbian yang jatuh cinta dan usahanya untuk menyenangkan pacarnya dengan sepatu anjing hasil karyanya sendiri.

Joe tentang Joe
Cerita ini berkisah tentang lesbian yang berprestasi tidak hanya di tingkat daerah tapi juga di tingkat Nasional. Meski di lingkungan tempat dia berkarier seperti atlet diterima dengan baik, namun ia mengalami penolakan dari keluarga tempat dia bergantung hidup. Mengalami pelecehan seksual di saat remaja, kemudian cedera dan dilupakan oleh tempat ia berprestasi serta cedera yang harus ditanggungnya dari olah raga yang dia geluti adalah bagian dari kehidupan yang harus dia tanggungkan sendirian.

 Penjara Keluarga
Bagaimana lesbian melihat sebuah institusi keluarga? Kewajiban untuk meneruskan keturunan dengan melakukan perkawinan secara heteroseksual adalah beban tersendiri bagi lesbian. Perkawinan tidak hanya sebagai penyatuan sepasang individu untuk membentuk keluarga dan melestarikan keturunan, namun lebih jauh dari itu adalah sebuah status sosial bagi keluarga besar yang disatukan, sebuah transaksi bagi dua keluarga asal yang hendak disatukan.

Risalah Hati
Risalah hati ini bercerita tentang pencarian jati diri seorang lesbian remaja dan segala macam gundahnya sebagai lesbian, sekaligus kekasih, bagian dari keluarga, di tengah-tengah kesibukannya sebagai aktivis kampus dan aktivis lebian.

SMS Terakhir
Cerita ini adlah cerita tentang sequence kecil pada kehidupan lesbian, dimana ia harus memutuskan hubungan dengan teman karena teman tersebut mengetahui jati dirinya sebagai lesbian. Penolakan untuk menjadi seorang sahabat karena kecurigaan bahwa ia akan mengajak teman tersebut menjadi lesbian adalah penyebabnya.

Anisa
Seseorang mungkin tidak pernah menyadari bahwa ia adalah seorang lesbian hingga ia berrelasi dengan lesbian. Penulis merasa telah diteguhkan identitasnya sebagai lesbian dari relasinya dengan teman satu kamarnya di kos-kosan. Cinta mereka tumbuh dengan indahnya dan relasi mereka berjalan dengan baik hingga suatu hari seorang laki-laki hadir dalam kehidupan pacarnya dan membuat relasi mereka harus berakhir. Kepercayaan bahwa menjadi lesbian adalah sesuatu yang salah membuatnya terpaksa merelakan kekasihnya pergi.

 Oh... No...
Ada banyak lesbian yang memiliki kekuatiran bahwa kelesbianan mereka akan dimiliki pula oleh orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan mereka. Cerita ini berkisah tentang kecemasan seorang tante pada hubungan keponakannya dengan teman perempuan keponakannya tersebut.

I Love You, Mom. I love You, Dad
Lesbian memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah “masalah” bagi keluarganya. Cerita ini mengisahkan perjuangan seorang anak yang ingin dicintai oleh kedua orang tuanya. Penerimaan ibunya dan kakak-kakaknya terhadap orientasi seks yang dimilikinya menjadi support baginya untuk meraih sukses dan membanggakan kedua orang tua serta keluarganya.

Sebuah Pengorbanan
Lesbian paham betul, bahwa coming out membawa konsekuensi-konsekuensi yang tidak mengenakkan, sehingga banyak dari mereka yang memilih untuk tetep closetted. Namun demikian, ada harga mahal yang mesti dibayar dengan pilihan tersebut, termasuk kehilangan kekasih lesbiannya.

Andai Kau Mengerti
Cerita ini berkisah tentang pengalaman lesbian terlepas dari problematika identitas seksualnya. Sebagai lesbian, mereka berbagi pengalaman sebagai sesama perempuan. Keinginan untuk memiliki anak, prinsip pro-life juga dimiliki oleh seorang lesbian. Namun demikian mesti disikapisecara hati-hati terhadap prinsip pro-life dan keyakinan bahwa keinginan memiliki anak yang dianggap sebagai naluri perempuan, dalam cerita ini. Karena dalam beberapa hal, prinsip tersebut bisa menghantam balik para lesbian.

Konferensi ILGA dalam Ingatan Saya
Bagaimana seorang aktivis lesbian merekam peristiwa pembubaran konferensi ILGA di Surabaya? Bagaimana kisah-kisah kecil di balik pengevakuasian para peserta konferensi dari peristiwa tersebut? Semua terekam dalam cerita ini.

Sekarang Saatnya
Berbeda dengan tulisan lainnya, tulisan ini adalah sebuah puisi dari cerita pertama yang dipisah. Puisi ini mengisahkan tentang kejenuhan seorang lesbian dengan situasi yang ada dan keinginan untuk berontak saat itu juga.

KSGK memberikan apresiasi yang tak terhingga kepada mereka yang telah dengan senang hati berbagi kisah dan menuliskan secuil kisah hidupnya untuk dibaca orang lain bahkan pada episode kehidupan yang paling menyakitkan sekalipun. Mudah-mudahan buku ini membawa kebaikan bagi pergerakan lesbian di Indonesia.

#mazdafiah

SIKAP UMAT GEREJA KRISTIANI TERHADAP SAME-SEX ATTRACTION

Hai teman-teman remaja,
Teguh Wijaya Mulya, seorang dosen di Universitas Surabaya, telah meneliti mengenai Heteroarguments on Homosexuality (Argument para Hetero tentang Homosexualitas). Topik ini merupakan bagian dari penelitian untuk study S2-nya, melihat sikap umat gereja kristiani terhadap Same-Sex Attraction (SSA). Situs penelitiannya adalah 6 gereja di Surabaya dengan alat pengambil data berupa semi-structured interview dan questionaire. Subjek penelitian ini adalah 6 pemimpin gereja,  267 remaja aktivis gereja usia 15-35 tahun.

Pak Teguh menyampaikan bahwa menurut Holben (sitat dalam Robinson, 2004) sudut pandang Kristiani terhadap SSA meliputi: abomination (dianggap sesuatu yang menjijikkan/immoral), perlu diubah, tidak boleh menikah, diterima sebagai bagian yang disisihkan (marginally acceptable), dianggap setara, dan dibebaskan.

Penelitian ini menghasilkan temuan sebagai berikut: untuk pemimpin gereja, empat pemimppin gereja menyatakan bahwa SSA perlu diubah, dan satu pemimpin gereja menganggap mereka setara. Kecenderungan remaja gereja menunjukkan bahwa mereka mayoritas menginginkan SSA perlu diubah (46,1%), menganggap SSA sebagai sesuatu yang menjijikkan (36.7%), dan sisanya bervariasi.

Limabelas remaja gereja yang merasa pernah mengalami SSA diperoleh hasil sebagai berikut: 5 orang mengatakan SSA perlu diubah, 3 orang menganggap SSA adalah sesuatu yang menjijikkan/immoral, 1 orang mengatakan mereka tidak boleh menikah, 1 orang menyatakan setara, dan 5 orang tidak menjawab.

Ternyata, setelah lebih dari 30 tahun sejak dihapuskannya homoseksualitas dari daftar abnormalitas APA, di Indonesia persepsi terhadap homoseksualitas masih belum mengalami perubahan signifikan ke arah yang lebih baik.

TO SUPPORT ACTIVISM: BUILDING COMMUNICATION AMONG LESBIAN COMMUNITY IN SURABAYA



Summary
www. ilga.org
Historicaly, lesbians have been involving in Indonesian lesbian, gay ,biseksual, transgender (lgbt) struggles since the very beginning of the activism raised up, and  Surabaya is an important city to the history lgbt activism in Indonesia. According to Agustine, a prominent Indonesia lesbian Activist (Journal Perempuan, 2008), in her article Rahasia Sunyi: Gerakan Lesbian Indonesia (Secret Silence: Indonesian Lesbian Activism), Lambda Indonesia, an organization of lesbian and gay Indonesia and Asia, was established in Pasuruan in 1982, moved to Surabaya. Several organizations from Jakarta and Surabaya were joined to this organization. However, due to the limited human and financial resources, lesbians withdrew their participation. In 1987, GAYa Nusantara (GN) was established in Surabaya, continuing the works of Lamda Indonesia. Officially, GN is intended to organize female and male homosexuals. In their activities, GN had been trying to reach the lesbian community in an attempt to organize, but they found several difficulties, including getting access to and going deeper inside this community. According to Khanis Suvianita, a former GN director for research and education, ―lesbian community is between there and not there.‖ Like other lesbians in other parts of the world, Indonesian lesbians bear a double burden, with stigma that prevents them from coming out and saw GN as a male homosexual organization than a fe/male homosexual organization.
Our study has identified that there are at least 14 lesbian groups (with both exclusively and non-exclusively lesbian membership) with 185 members who gather in Surabaya malls and public places regularly. Among those groups, only a few of them name their groups and organizations we identify conditions common to Surabayan lesbian groups related to lesbian activism. They are:
·         Most of them get together for fun activities and only a few of them are focused on lesbian activism. However, fun activities are less stimulating in creating a strong responsibility and do not provide a benefit to the group in terms of having a commitment to achieve certain goals for the sake of lesbian activism.
·         Motivation to join the organization is personal, often to find a romantic or sexual partner. Personal motivation as a reason to join the group is somewhat inevitable. Any time a partnership has personal problems, it affects the group at large.
·         There is no specific or long term agenda; instead, activities are arranged based on an impulsive idea. The absence of an agenda has caused difficulties in maintaining the cohesiveness and engagement of the group.
·         There is no established space for groups to meet, although each group usually has a meeting point in a public space, such as malls or cafes.
·         Members of the group have less time to remain active in group activities due to the need to secure a means to earn money for survival.
·         The most persistent groups are also the most exclusive, while the rest remain the least active.
All of these conditions will endanger the existence of the group which itself has the power to support lesbian activism in the future. However, current conditions show that the motivation to engage in activism is still there, despite inactivity. Several members of the community are ready to start working, though some are still sceptical of being engaged in activism. This condition is a potential for creating a more solid group among the community. In the mean time, a first step that must be taken is to rebuild or refresh the spirit of the group by creating a medium of communication among the community, to stimulate and maintain the sense of togetherness and regain trust from each other.
Although few lesbian groups are focused on the issue of activism, many show that they are a cohesive group. Members of one group are usually provided support for one another. The fact that they are groups of individuals with non-mainstream sexual orientations and experience . refusal and discrimination by society raised the feeling of senasib sepenanggungan, one fate one struggle. Other things that are not less important are social supports including media. Only can factors work altogeteher, hence the lesbians groups can face up chalenges from their social, political and religious environments. ....
Penelitian ini adalah hasil kerjasama antara Riek Stientra Foundation, Transsign, Kartini Network serta komunitas lesbian di Surabaya.

#mazdafiah