Eksistensi Bromance

00.38 0 Comments A+ a-

Penulis : Frengky Setiawan

“Bromance” merupakan istilah yang jarang diketahui oleh masyarakat. Seringkali masyarakat gagal paham akan apa yang dimaksud dengan bromance itu sendiri. Bromance sesungguhnya adalah hubungan antara dua laki-laki yang memiliki kedekatan, ikatan emosional, serta ikatan cinta yang bersifat persaudaraan. Dengan kata lain, bromance dapat diartikan sebagai hubungan antara dua orang laki-laki yang cukup dalam. Bagi kebudayaan Indonesia, bromance tentu merupakan hal yang tabu karena laki-laki di Indonesia memiliki cara yang berbeda dalam mengekspresikan perasaannya terhadap teman sesama jenisnya. Dalam stigma masyarakat bromance memiliki kesamaan dengan gay. Tetapi sesungguhnya kedua istilah tersebut sangat berbeda. Stigma tersebut dapat muncul dikarenakan adanya homophobia dalam masyarakat pada masa kini, secara khusus di Indonesia dimana homosexual saat ini menjadi isu yang sedang hangat diperbincangkan. Namun, kedua istilah tersebut perlu dibedakan.
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Adam White, Stefan Robinson, dan Eric Anderson yang melibatkan 30 orang mahasiswa sarjana di salah satu universitas di Inggris ditemukan beberapa karakteristik dari bromance. Karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.       Minat yang sama
Minat yang sama merupakan sesuatu yang dibutuhkan dalam mengembangkan hubungan bromance. Salah seorang partisipan dalam penelitan yang dilibatkan oleh Adam White mengakui bahwa “bromance akan bekerja dengan baik ketika yang berhubungan memiliki kesamaan minat dan kepribadian”.
b.      Ikatan emosional
Yang dimaksud dengan ikatan emosional dalam hal ini adalah termasuk saling menceritakan rahasia dan sikap saling percaya terhadap sesama. Ikatan emosional juga dapat ditunjukkan dalam bentuk ungkapan yang mengekspresikan rasa suka dan cinta terhadap sesamnya. Tentu rasa suka dan cinta yang dimaksud dalam hal ini memiliki arti yang berbeda. Menurut pendapat partisipan lain dari penelitian yang dilakukan, bahwa tidak ada ketertarikan seksual dalam jenis cinta yang dimaksud dalam bromance. Dengkan kata lain, rasa suka dan cinta tersebut bukanlah mengarah pada homosexual desire.

c.       Kontak fisik
Ketika adanya ikatan emosional, terdapat kecenderungan antara laki-laki yang terlibat dalam bromance melakukan kontak fisik. “Kamu dapat berbaring ditempat tidur bersama temanmu, berpelukan dan mengobrol”, kata seorang partisipan. Seorang partisipan lainnya mengatakan; “saya berpelukan dengannya, menciumnya, dan mengatakan kepadanya bahwa saya mencintainya”.
Dalam artikelnya yang berjudul “The Bromance: Undergraduate Male Friendship and the Expansion of Contemporary Homosocial Bounderies”, Adam White bersama tim penelitiannya menarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut terkait manfaat dari bromance, yaitu sebagai berikut:
1.      bahwa bromance dapat membangun  suatu hubungan yang lebih intim, emosional, dan sikap saling percaya dalam persahabatan yang dekat antara laki-laki;
2.      bahwa bromance merupakan sebuah penawaran yang logis dan ruang yang penting bagi mahasiswa laki-laki dalam meningkatkan pendekatan penguasaan akan emosi dan manajemen kehidupan pribadinya.
Bromance? Mengapa tidak?

REFERENSI
Stefan Robinson, Eric Anderson, Adam White, The Bromance: Undergraduate Male Friendship and the Expansion of Contemporary Homosocial Bounderies, 2017.

Ditulis oleh : Frengky Setiawan

Prayers for Bobby : A Short Film You Must Know It

05.58 0 Comments A+ a-

Penulis : Daniel Wiranata

Kehidupan kita ibarat pelangi yang memiliki warna yang berbeda-beda. Lingkungan di mana kita berada menunjukkan keanekaragaman dari suku, ras, budaya, agama, organisasi, cara pandang, dan masih banyak lainnya. Kata orang, perbedaan itu indah, tapi mungkin tidak berlaku untuk permasalahan LGBT.
LGBT merupakan suatu fakta dan fenomena sosial, di mana keberadaan mereka memang ada dan tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Fenomena ini menuai banyak pro dan kontra yang tak kunjung terselesaikan.  Tahun 2017 permasalahan LGBT ini ramai diperbincangkan dari pemboikotan gerai Starbucks, gempa bumi yang disangkut pautkan dengan maraknya LGBT, hingga putusan MK terkait UU perzinaan. Secara global, pada 26 September 2014, Komisi HAM PBB memutuskan untuk mendukung dan mengakui sepenuhnya HAM kaum LGBT sebagai bagian dari “HAM yang Universal”. Tetapi, di Indonesia sendiri dukungan terhadap kaum LGBT masih dibilang rendah.
            Fenomena LGBT sendiri bukanlah hal yang baru. Banyak film dan buku bertema LGBT semakin marak di era kini. Prayers for Bobby merupakan salah satu dari film bertema LGBT yang diangkat dari kisah nyata, kehidupan Bobby Griffith tahun 1983. Memiliki perbedaan antara orientasi seksual dan pandangan agama (evangelikal) yang selama ini diajarkan oleh orang tuanya membuat kebingungan tersendiri bagi Bobby. Berbagai usaha dilakukan oleh Mary (Ibu Bobby) untuk menyembuhkan Bobby, namun tidak ada satupun yang dapat mengubah orientasi Bobby. Sempat menjalin hubungan dengan seorang pria di Portland bernama David, membuat Bobby senang hingga pada akhirnya ia tau bahwa David mengkhianatinya. Tekanan dan depresi yang dirasakan Bobby membuatnya menyerah dengan keadaan, hingga akhirnya Bobby memutuskan untuk bunuh diri dengan cara terjun bebas dari jembatan di suatu jalan raya.

            Singkat cerita film Prayers for Bobby memiliki banyak moral yang menyentuh hati setiap penontonnya. Film ini tidak hanya memberikan kesan yang sedih saja, tetapi juga dapat memberikan pandangan baru mengenai LGBT yang selama ini kita tau. Overall, kisah kehidupan Bobby dapat memberikan edukasi kepada orangtua yang memiliki anak LGBT agar lebih memahami apa yang dirasakan oleh anaknya.