Pelecehan Seksual di Sekitar Kita

21.40 0 Comments A+ a-


Penulis : Lidia Daisyanti

Saat saya sedang bekerja kelompok bersama teman saya, kami terbahak-bahak dengan pernyataan salah seorang teman laki-laki kami kepada teman laki-laki yang lain, “We, kamu itu cowok tapi kadang kamu kayak cewek”. We hanya tersenyum kecil seakan meng-iya-kan pernyataan tersebut.  Tetapi, sebenarnya ia merasakan sakit hati dari pernyataan temannya tersebut. Perkataan teman kepada W tersebut bisa digolongkan sebagai bentuk pelecehan seksual. 
Berbeda lagi dengan seorang laki-laki yang terkenal feminin tetapi bertindak tidak sopan kepada teman perempuannya (seperti meremas payudara saat di kelas, menyebar foto dengan komentar seksual). Teman yang menjadi korban dan saksi yang melihat perbuatan tersebut hanya tertawa menganggap hal tersebut hanyalah canda belaka. Toh, pelaku tidak tertarik pada perempuan (orientasi seksual pada sesama jenis), jadi hanya dibiarkan saja.
Kedua contoh di atas merupakan pelecehan seksual di sekitar kita yang jarang disorot. Defisini dari pelecehan seksual sendiri adalah segala tindakan yang dianggap tidak sopan yang bermuatan seksual dan membuat seseorang merasa tersinggung, memalukan sehingga mempengaruhi kondisi dan lingkungan seseorang. Pelecehan seksual dapat dialami oleh  laki-laki maupun perempuan. 
Berdasarkan kategorinya, pelecehan seksual dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
1.      Pelecehan gender: Pernyataan dan perilaku seksis yang menghina jenis kelamin tertentu
2.      Perilaku menggoda: Perilaku seksual yang menyinggung, tidak pantas, dan tidak diinginkan.
3.      Penyuapan seksual: Permintaan aktivitas seksual dengan janji sebuah imbalan.
4.      Pemaksaan seksual: Pemaksaan aktivitas seksual dengan ancaman hukuman.
5.   Pelanggaran seksual: Pelanggaran seksual berat (seperti menyentuh, merasakan, atau meraih secara paksa) atau penyerangan seksual.   
Berdasarkan data catatan tahunan 2017 Komisi Nasional Perempuan tercatat bahwa terdapat 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2016. Bagaimana dengan pembaca? Apakah pernah menjadi korban kekerasan seksual? Apabila salah satu dari pembaca pernah menjadi korban namun merasa malu untuk melaporkannya ke polisi, pembaca dapat melaporkan lewat media sosial twitter @arekfeminis.
Apabila pembaca pernah menjadi korban pelecehan seksual, lakukanlah semua langkah yang diperlukan untuk memulihkan kondisi kembali, karena sering kali pelecehan seksual, tidak dianggap sebagai kejahatan bagi sang korban (tidak termasuk korban atas dasar suka sama suka). Padahal, dampak  dari pelecehan seksual yang terjadi bisa mengakibatkan  depresi, kegelisahan, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Teori Psikososial menyatakan bahwa pelecehan seksual mengganggu komponen kognitif seseorang, menyebar pada evaluasi diri dan keyakinan negatif, termasuk perasaan inferior dan efikasi diri rendah.
Apakah pembaca  pernah menjadi saksi yang tidak berbuat apa-apa untuk menolong korban pelecehan seksual? Penelitian mengenai Bystander Effect yang dilakukan oleh Latané and Darney pada tahun 1960 menjelaskan bahwa penyebab seseorang yang menjadi saksi dari pelecehan seksual memilih untuk tidak menolong korban adalah adanya rasa khawatir untuk  bertindak secara tidak tepat. Selain itu, adanya kecenderungan untuk menganggap pelecehan seksual sebagai situasi yang tidak gawat. Oleh karena itu, kita perlu berubah menjadi active bystander.  Tidak ada ruginya kok, karena kita dapat menolong orang lain.
Terdapat lima langkah yang bisa kita lakukan sebagai active bystander:
1.    Direct, artinya saksi secara langsung mengonfrontasi pelaku dan menyatakan bahwa yang dilakukannya adalah salah. 
2.     Distract yakni cara menginterupsi korban maupun pelaku dalam upaya memisahkan keduanya kemudian berupaya memastikan bahwa korban dalam kondisi aman. 
3.     Delegate dilakukan dengan cara melaporkan pada pihak yang memiliki otoritas tinggi seperti petugas atau penegak hukum.
4.     Delay adalah memastikan kondisi korban pelecehan dan menawarkan bantuan.
5.    Document, alias mendokumentasikan kejadian terutama jika sudah ada pihak yang menolong korban.
            Setelah membaca artikel ini, diharapkan pembaca semakin paham apa yang sebaiknya dilakukan saat menjadi korban atau saksi pelecehan seksual. Jangan malah jadi pelaku pelecehan seksual ya. Semoga bermanfaat :)

REFERENSI

Aslam, Farzana. “Harvey Weinstein and the bystander effect: How sexual predators persist in a conspiracy of silence”. 24 Februari 2018. https://www.hongkongfp.com/2017/10/29/harvey-weinstein-bystander-effect-sexual-predators-persist-conspiracy-silence/
Rudystina, Adinda. “Mengenali Berbagai Jenis Pelecehan Seksual: Bukan Hanya Pemerkosaan” 24 Februari 2018. https://hellosehat.com/hidup-sehat/seks-asmara/berbagai-jenis-pelecehan-seksual/
Wargadiredja , Arzia Tivany. “Indonesia Butuh Lebih Banyak Saksi Pelecehan Seksual Yang Berani Bersikap”. 24 Februari 2018. https://www.vice.com/id_id/article/xw4zn3/indonesia-butuh-lebih-banyak-saksi-pelecehan-seksual-yang-berani-bersikap.